Akik Pirus dari Arab
Cerpen Beni Setia
Kompas Minggu, 3 Oktober 1999 hlm.5
HANJELU pulang dari Arab. Ini kepulangan dari kontrak kerjanya yang
ketiga. Datang dengan bus, menjinjing tas traveling untuk dua hari, dan
mengisap rokok Amerika saat naik becak.
"Hai," teliak Careham, "mulih. Bawa apa?"
Hanjelu melambaikan tangan. Dengan cuma berkaus kutang dan celana gombyor
Careham mengikuti dengan sepeda.
"Hanjelu mulih, Hanjelu mulih ... !" teriaknya sepanjang
jalan kampung sambil mengikuti becak Hanjelu.
Lelaki jangkung, kurus, dengan brewok kasar pendekseperti rambutnya-itu
tersenyum dan manggut-manggut. Setelah
lima puluh kayuhan beeak itu pun membelok ke sebuah pekarangan. Direm berderit, disusul derit sepeda
Careham, dan Hanjelu pun turun. Membayar
dengan lima ribu kaku dari dompet yang menggelembung diisi sesakan lima ribuan
kaku, dan menggeliat.
Dari rumah melesat Honcewang dan Kingkin,
ribut berteriakan. Hariwang bergegas
dari dapur sambil memanggil suan-dnya, Hamham.
Kelmudian Hanjelu masuk ke ruang tamu.
Menghenyak di kursi, dan membiarkan tasnya dibongkar adikadiknya. "Nggak ada apa-apa, baju dan rokok tok! " katanyatetapi juga di sana ada
walkman dan beberapa kaset.
"Kena rampok ta?
Di-PHK?" teriak Careham.
Beberapa tetangga berdatangan.
"Kok mulih polosan begitu." Hanjelu tertawa. Ia mengambil
rokok dan menverahkannya di meja.
"Ayo rok(;k airport ini.
Coba," katanya. la melirik pada kedua orangtuanya, bangkit dan membungkuk
menyalaminya. Ibunya menatap Hanjelu,
mengusap kepalanya, dan air matanya mengalir "Sudahlah, Bu, sudah kata
Hamham.
Hanjelu masuk ke dalam, Hanjelu membeiikan tak terukur uang yang bisa
ditarik daii dompet dan memberikannya pada ibunya. "Carikan jajan dan kopi, Ma,"
katanya, "kasihan yang datang..." Dan ia pun balik. Membongkar tas dan mengeluarkan silinder
Coca Cola, membukanya dengan gaya film Amerika, dan perlahan meneguknya. "Di airport lebih gampang ambil minuman
begini dibandingkan kopi atau teh. Sulit,"
katanya. Tabung itu disimpan dan
disikat oleh adiknya dan dirampas oleh yang lebih kecil. Hanjelu tersenyum. la menyalakan rokok dan
bersandar. Di depannya, di
sekelilingnya, orang berkerumun dan para lelaki membuka dan mengisapi rokok
putih ini. "Aku ambil yang
light," katanya, "biar enteng.
Di Arab, di tengah AC, aku lebih suka yang mentol. Jitu.
"
Orang-orang itu mengangguk dan meringis.
"Payah," pikir mereka, "mana bawaan dari Arab? Kok hanya lenggangkangkung begitu? Apa memang tak dapat duit? Lalu mengapa masih ngoceh AC, mentol, coke
dingin, dan apa lagi?" Dan mereka tak tabu kalau duit langsung masuk
rekening, dan mereka tak tabu kalau barang langsung dipaketkan. Hanjelu capek dikeroyok orang-orang kampung
setiap pulang dari kerja di luar, seakan-akan ia hanya duta kampung dan
karenanya harus bagi deviden pada orang kampung.
HANJELU punya deposito tujuh puluh juta ru"Hpiah dan tabunganbunga
deposito langsung masuk dua juta rupiah.
Di pasar, di kota kecamatan, ia punya kios depan pasar. Khusus untuk barang kering atau toko klontong. "Aku investasi," katanya pada
Careham. Yang diajak omong
manggut-manggut sambil mengemyit. Untuk
apa susah-susah cari duit ke Arab kalau pulang hanya untuk buka warung di
pasar? Mengapa tak langsung buka warung
saja?
Hanjelu menarik napas panjang.
Mengeluarkan rokok dan berbagi dengan Careham dan dua orang
lainnya. "Aku akan ke Arab lagi,"
katanya. "Aku akan menyewakan kios
ini. Meski, sebenarnya, aku
sedang mencari brang yang mau diberi kepercayaan mengelola warung ini. Apa? (Hanjelu tertawa). Bukan, bukan kamu-bukan orang lelaki tetapi
orang perempuan. He... aku sedang mencari
bojo... "
Careham dan dua orang itu saling pandang. Mereka melihat Hanjelu seperti melihat Raden
Royal Murah Hati, yang dengan diiming-imingi gadis gampang menghamburkan
uang. Mungkin. Akan tetapi Hanjelu bisa menebak logika
mereka dan menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Aku butuh perempuan mandiri," katanya, "bisa dipercaya,
bisa mengelola, dan karenanya bisa hidup berbagi. Berpahit sebelummemetik hasil
"Kamu serius?" tanya Careham.
Hanjelu mengangguk. la menatap kawannya itu dan menepuk bahunya. Hanjelu keluar kios dan di teritis, di antara
orang bersimpuh menjajakan dagangan kampung dan pembeli, teraling dari
sergapan teak siang: memperhatikan sekitar.
Halaman parkir yang di sore hari dijadikan tempat menjajakan makanan,
dengan gerobak sorong dan tenda. Yang
sekarang dijejali parkir sepeda dan mobil serta lingkaran penjual obat itu
menjanjikan tak putusputusnya orang dan kerumunan. Dengan terus-menerus buka dan senantiasa
menyediakan barang pilihan-harganya bisa diatur-maka ia akan memulai hidup baru
yang kukuh. Kepastian, dan bukan
keserbatakpastian dengan dua anak macam Careham. Ya! la enam tahun di Arab-tiga kali kontrak
dengan masa jeda singkat pulang dan dua kali ganti majikan, dan Careham
mempersatukan dua keluarga, dua kelamin, dan menemukan dua kelamin baru lagi.
"Santai saja," kata Careham.
Hanjelu menarik napas panjang.
Dua tahun pertama jadi portir, dua kali dua tahun kedua menjadi
pelayan, dan kemudian keamanan di sebuah Toserba khusus untuk wanita-para
berjilbab yang tak kelihatan apa-apa.
Mereka tak pernah menatapnya dan tak mau ditatap. "Abid!
" teriaknya, satu kali.
Ya! Tetapi ia memiliki rekening
dan memutuskan hanya mengirim uang ke dalam rekeningnya ketimbang bawa duit
banyak dan tak menjadi apa-apa pada kepulangannya yang pertama. Atau jadi sepeda motor yang terpaksa dijual
untuk ongkos daftar lagi ke Arab. Dan
sekarang ia tabu: harus mengirit dan memang hanya boleh memberi recehan pada
setiap orang yang hanya tabu menuntut deviden sambil tak pernah ikut jungkir
balik.
"Kamu serius?" tanya Careham sambil menyentuh bahunya. Hanjelu membalik dan tersenyum. "Tenang, tenang katanya. Ya!
Careham punya adik wanita, dan adik ipar gadisnya pun baru lulus
SMA. Tetapi bukan perempuan bau kencur
macam itu yang ia cari. Bukan! la
menginginkan seorang pekerja, yang menerima kepercayaan dan mengambil tanggung
jawab, yang mau banting tulang dan memiliki kata sandi untuk membuka dan
menutup pintu rahasia gua har-ta Ali Baba.
Persiapan untuk anak dan bukan untuk dihabiskan selagi diri merasa
bisa dan mampu-meski sedikitnya bisa bersenang-senang sedikit. Memang!
Dan gadis-gadis bau kencur yang hanya nikmat diajak jalan-jalan,
jajan, dan dikencani itu?
NANTI malam kamu senggang, luang?" kata Hanjelu setengah berbisik
setelah menarik Careham menjauhi teras.
Careham menatap. "Ada
apa?" katanya. Hanjelu mengambil
rokok dan menyulutnya sebatang sambil mempe rhatikan Careham mengeluarkan
sebatang rokok. "Aku ingin melamar
Kincring," katanya, menggelengkan kepala ketika Careham mau bicara. "Sudah, sudah ... ! Aku serius, sangat
serius. Rasanya aku telah menemukan
perempuan yang bisa aku ajak kerja sama."
Careham tersenyum, menggeleng-gelengkan kepalanya dan menunduk. "Nanti batal lagi kayak seperti dengan
Ulaweran. Aku'kan malu bila bertemu dengan
keluarganya. Kamu tahu, aku sampai
mendatanginya dan minta maaf.
Nunduk-nunduk. Seriuslah kalau
berkehendak. Kamu benar-benar telah menjatuhkan
pihhan? Bener?" katanya, sambil
tajam menatap. Hanjelu mengisap
r-okoknya dan perlahan menghembuskan asapnya.
Hanjelu menarik napas panjang.
"Aku tak tahu," katanya, "Aku tak tahu... "
Careham menyemburkan asap rokoknya.
"Kamu akan berapa lama lagi tinggal di sini? Paling banter sebulan atau setengah
tahun. Melaiu ke Arab atau ke
Brunei-bahkan ke Korea seperti yang kamu omongkan.
Bebas masalah, habis perkara. Aku
ini? Seumur hidup di sini dan akan balik
lagi ke sini. Bahkan kalau aku bilang
aku, maka yang dimaksudkan adalah keluarga istriku ke atas dan ke samping,
keluarga aku ke atas dan ke samping.
Berkaitan. Malu aku. Dan apakah kamu tak merasakan batin ayah dan
ibumu saat membatalkan pertunangan dengan Ulaweran karena terpikat bocah
ingusan, Sulali?"
"Aku mencari yang terbaik, Ham," kata Hanjelu. Careham menatap Hanjelu. Careham menggeleng-gelengkan kepalanya. Mungkin benar Hanjelu sedang mencari dan
karenanya berhak melakukan penjajakan dan pilihan ragu. Memang.
Tetapi apakah yang dicari dan dipilih itu hanya obyek dan bukan
subyek? Apakah perempuan hanya uhtuk
dipertimbangkan dan kemudian disortir?
Baik pencampakan itu ketika di fase penjajakan atau di fase penjajakan
intensif percintaan? Bahkansekalipun-setelah
pemikahan dan hanya karena merasa tak bisa diatur atau salah dan kurang pas
mengadopsi dan mengakomodasi ungkapan tipe ideal dari si suami?
Careham menatap Hanjelu. la merasa bahwa Hanjelu bukan dari
lingkungannya. Tak pedwi ia telah hidup
bareng sejak mulai bisa bermain hingga tamat SMA. Setelah tamat SMA dan dua tahun menganggur,
ketikadengan menuntut sawah wahsan dan bikin paspor-Hanjelu memilih ke Arab
dan ia tetap di kampung dan kawin. Ketika
Hanjelu balik dari Arab dan membeli sawah lebih luas lagi dari sawahnya yang
dijual itu. Apakah istil cuma mitra
bisnis? Apakah istii cuma pemegang saham
rninoritas dan karenanya berhak ditendang.? Mengapa tak menerimanya sebagai
persatuan serta persekongkolan membangun kebersamaan? Menjadi kuat dalam suka dan duka? Menempuh kebersamaan untuk membentuk manusia
baru yang diamanahkan-Nya? Bukankah
perkawinan adalah memperluas dan mempererat tali silaturahmi? Dan karenanya
membangun kebersamaan dan kekerabatan itulah yang penting dibanding membangun
usaha bersama dengan hak otoritatif ada di tangan si suan-d?
"A-ku malu, Han. Aku nggak
berani kata Careham. Hanjelu menarik
napas panjang. "Tolong ... "
katanya. Careham menggeleng-gelengkan
kepalanya. "Tolong aku, Han-pahami
posisiku,",kata Careham. Hanjelu
menunduk. Perlahan menarik napas dan
menahannya lama di dada. "Ya......
katanya, pelan.
APAKAH aku salah?" desis Hanjelu. Kepalanya "Atertunduk, tangannya di
mulut dengan jari meniepit rokok dan tarikan-tarikan pendek yang menyebabkan
waiahnya dipenuhi asap. Hanjelu terbatuk. Kepalanya menjiflang dan ditarik mundur
hinggap asap rokok itu menjauh.
"Apakah aku salah?" katanya lagi. Careham diam.
Careham tabu bahwa kalimat itu tak ditujukan kepada siapa pun dan. lebih
ditukikkan ke dalam dinnya sendiri.
Meski begitu tangannya diulurkan dan perlahan dipijitkan pada kuduk
Hanjelu. "Mungkin hanya salah
paham, Han. Kamu sudah
memperbincangkannya?" katanya.
Hanjelu membalik dan menatap Careham. "Aku bergatd intensif, sangat
intensif-aku malah telah sebulan bolak-balik menginap di rumahnya. Aku, kemudian, diminta untuk datang
melamar. Sungguh! Aku datang.
Mereka OK, lalu-mendadak-Kincring niinta putus. Apa ini?" kata Hanjelu. Careham mengambil kotak rokok yang
tergeletak di meja, mencabut sebatang, dan menyulutnya setelah
mengetuk-ngetukkannya perlahan-lahan.
"Mungkin karena ia mendengar kisahmu dengan Ulaweran?" kata
Careham. Hanjelu menggeleng. "Aku sudah buka kartu " katanya
menggeleng-gelenngkan kepalanya.
"Tblong aku, Han-pahami posisiku,",kata Careham. Hanjelu menunduk. Perlahan menarik napas dan menahannya lama
di dada. "Ya...... katanya, pelan.
APAKAH aku salah?" desis Hanjelu. Kepalanya "tertunduk, tangannya di mulut
dengan jari meniepit rokok dan tarikan-tarikan pendek yang menyebabkan waiahnya
dipenuhi asap. Hanjelu terbatuk. Kepalanya menjiflang dan ditarik mundur
hinggap asap rokok itu menjauh.
"Apakah aku salah?" katanya lagi. Careham diam.
Careham tabu bahwa kalimat itu tak ditujukan kepada siapa pun dan. lebih
ditukikkan ke dalam dinnya sendiri.
Meski begitu tangannya diulurkan dan perlahan dipijitkan pada kuduk
Hanjelu. "Mungkin hanya salah
paham, Han. Kamu sudah
memperbincangkannya?" katanya.
Hanjelu membalik dan menatap Careham.
"Aku bergatd intensif, sangat intensif-aku malah telah sebulan
bolak-balik menginap di rumahnya. Aku,
kemudian, diminta untuk datang melamar.
Sungguh! Aku datang. Mereka OK, lalu-mendadak-Kincring niinta
putus. Apa ini?" kata Hanjelu. Careham mengambil kotak rokok yang
tergeletak di meja, mencabut sebatang, dan menyulutnya setelah
mengetuk-ngetukkannya perlahan-lahan.
"Mungkin karena ia mendengar kisahmu dengan Ulaweran?" kata
Careham. Hanjelu menggeleng. "Aku sudah buka kartu " katanya,
"A,ku tak cocok karena ia menolak untuk membuka warung selama
ditinggal. Aku katakan, aku butuh kawan
untuk mengelolanya demi masa depan. Kincring
setuju, tetapi ia ingin sekali lagi-kontrak tiga tahunkembali ke
Hongkong. Ingin membeh bekal pada
orangtuanya dan menambah sedikit tabungan.
Aku OK. Tbtapi... "
"Apakah aku salah?" desisnya.
Hanjelu bangkit dan meiigisap rokoknya cepat-cepat dan pendek-pendek di
depan jendela. "Apakah aku
salah?" katanya, "Aku'kan cuma mengajak seilus. Aku minta ia mentransfer uangnya langsung ke
rekeningku-ke rekening orangtuanya selalu habis, katanyalangsung agar
aman. A-ku tak mungkin memakainya, aku
akan ke Arab lagi. Dua tahun. Tetapi kemudian, setelah setuju, ia bilang
bahwa aku mau enaknya saja dan cuma ingin mengambil lelohan keringatnya. Maaf-katanya-bapakku bilang gagasanmu edan
dan karenanya lebih baik bubaran dulu agar bisa bebas di Hongkong. Sontoloyo-kalau jodo, katanya, mungkin kita
bisa bertemu lagi. Bango! "
Hanjelu mengambil cincin dari saku celananya dan memperhatikannya
dalam terang lampu. "Aku dua kali
melamar," katanya, "satu aku yang memutuskan dan satunya lagi aku
yang diputuskan. Kenttpa? Apa yang salah? Apakah karena akik Pirus dari Arab ini, dari
al-Assyan yang mengatakan bisa jadi pekasih tetapi tak bisa mengingkari
jodoh. Benarkah belum jodo? Ataukah aku memang terlalu rewel dengan
duit? Apakah aku memang mata
duitan? Ham, tolong katakan aku ini apa
dan manusia jenis apa. Tolong."
Hanjelu menggeleng-gelengkan kepalanya.
Seminggu ia menghilang. Dua bulan
kemudian ia berangkat lagi ke Arab.
Kontrak lima tahun. Sebelum
berangkat ia memberikan akik Pirus Arab itu dengan meringis. "Mungkin cocok bagi yang sudah jelas
jodo-nya. Untuk iseng,"
katanya. Kemudian ia memberikan
sepasang cincin emas pertunangan itu.
"Anggaplah ini sebagai kado," katanya. Careham menelan ludah, mengucapkan terima
kasih, dan mendoakannya agar selamat.
"Kirimi aku surat, sebulan sekali," kata Hanjelu, "Aku
suka keseplan di sana. Sangat kesepian...
" Careham mengangguk. Hanj elu j
alan pelan setengah menunduk.
Lesu. Pilu. *
Tidak ada komentar:
Posting Komentar