Pengertian Teks
Teks ialah ungkapan bahasa yang menurut isi,
sintaksis, dan pragmatik merupakan satu kesatuan (Luxemburg dkk, 1989:86). Dari
pengertian tersebut dapat diartikan teks adalah suatu kesatuan bahasa yang
memiliki isi dan bentuk, baik lisan maupun tulisan yang disampaikan oleh
seorang pengirim kepada penerima untuk menyampaikan pesan tertentu. Istilah
teks sebenarnya berasal dari kata text yang berarti ‘tenunan’. Teks dalam
filologi diartikan sebagai ‘tenunan kata-kata’, yakni serangkaian kata-kata
yang berinteraksi membentuk satu kesatuan makna yang utuh. Teks dapat terdiri
dari beberapa kata, namun dapat pula terdiri dari milyaran kata yang tertulis
dalam sebuah naskah berisi cerita yang panjang (Sudardi, 2001:4-5). Menurut
Baried (1985:56), teks artinya kandungan atau muatan naskah, sesuatu yang
abstrak hanya dapat dibayangkan saja. Teks terdiri atas isi, yaitu ide-ide atau
amanat yang hendak disampaikan pengarang kepada pembaca. Dan bentuk, yaitu
cerita dalam teks yang dapat dibaca dan dipelajari menurut berbagai pendekatan
melalui alur, perwatakan, gaya bahasa, dan sebagainya.
Tekstologi
Sama halnya dengan kodikologi yang mempelajari
seluk-beluk naskah (kodeks), tekstologi juga merupakan bagian dari ilmu
filologi yang mempelajari seluk-beluk teks, terutama menelaah yang berhubungan
dengan penjelmaan dan penurunan sebuah teks sebagai sebuah teks karya sastra,
dari mulai naskah otograf (teks bersih yang ditulis pengarang) sampai pada naskah
apograf (teks salinan bersih oleh orang-orang lain), proses terjadinya teks,
penafsiran, dan pemahamannya. Dalam penjelmaan dan penurunannya, secara garis
besar dapat disebutkan adanya tiga macam teks, yaitu:
1. teks lisan (tidak tertulis);2. teks naskah tulisan tangan;
3. teks cetakan (Baried, 1985:56).
Kalau kita lihat berdasarkan masa
perkembangannya, teks yang pertama ada adalah teks lisan, teks lisan lahir dari
cerita-cerita rakyat yang diturunkan secara turun-temurun dari generasi ke
generasi melalui tradisi mendongeng. Teks lisan berkembang menjadi teks naskah
tulisan tangan yang merupakan kelanjutan dari tradisi mendongeng, cerita-cerita
rakyat yang pernah dituturkan disalin ke dalam sebuah tulisan dengan
menggunakan alat dan bahan yang sangat sederhana dan serta menggunakan aksara
dan bahasa daerahnya masing-masing. Teks naskah tulisan tangan ini masih
tradisional, setelah ditemukannya mesin cetak dan kertas oleh bangsa Cina maka
perkembangan teks pun menjadi lebih maju, pada masa ini orang tidak harus
susah-susah menyalin sebuah teks, tetapi teks-teks sangat mudah diperbanyak
dengan waktu yang tidak lama maka lahirlah teks-teks cetakan. Baried (1985:57),
menyebutkan ada sepuluh prinsip Lichacev yang dapat dijadikan sebagai pegangan
untuk penelitian tekstologi yang pernah diterapkan terhadap karya-karya
monumental sastra lama Rusia. Kesepuluh prinsip tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Tekstologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki sejarah teks suatu
karya. Salah satu di antara penerapannya yang praktis adalah edisi ilmiah teks
yang bersangkutan;2. Penelitian teks harus didahulukan dari penyuntingannya;
3. Edisi teks harus menggambarkan sejarahnya;
4. Tidak ada kenyataan tekstologi tanpa penjelasannya;
5. Secara metodis perubahan yang diadakan secara sadar dalam sebuah teks (perubahan ideology, artistic, psikologis, dan lain-lain) harus didahulukan daripada perubahan mekanis, misalnya kekeliruan tidak sadar oleh seorang penyalin;
6. Teks harus diteliti sebagai keseluruhan (prinsip kekompleksan pada penelitian teks);
7. Bahan-bahan yang mengiringi sebuah teks (dalam naskah) harus diikutsertakan dalam penelitian;
8. Perlu diteliti pemantulan sejarah teks sebuah karya dalam teks-teks dan monumen sastra lain;
9. Pekerjaan seorang penyalin dan kegiatan skriptoria-skriptoria (sanggar penulisan/penyalinan: biara, madrasah) tertentu harus diteliti secara menyeluruh;
10. Rekonstruksi teks tidak dapat menggantikan teks yang diturunkan dalam naskah-naskah.
Terjadinya Teks
Seperti sudah disebutkan terdahulu, teks pada
umumnya disalin dengan tujuan tertentu. Proses penyalinan naskah atau teks
adalah merupakan rangkaian turun- temurun yang disalin karena beberapa alasan,
yaitu:
a) ingin memiliki naskah;b) karena teks asli sudah rusak;
c) karena kekhawatiran akan terjadi sesuatu terhadap naskah.
Rangkaian penurunan yang dilewati oleh suatu teks
yang turun-temurun disebut tradisi. Naskah diperbanyak karena orang ingin
memiliki sendiri naskah itu, mungkin karena naskah asli sudah rusak dimakan
zaman; atau karena kekhawatiran terjadi sesuatu dengan naskah asli, misalnya
hilang, terbakar, ketumpahan benda cair; karena perang, atau hanya karena
terlantar saja. Mungkin pula naskah disalin dengan tujuan magis; dengan
menyalin suatu naskah tertentu orang merasa mendapat kekuatan magis dari yang
disalinnya itu. Naskah yang dianggap penting disalin dengan berbagai tujuan,
misalnya tujuan politik, agama, pendidikan, dan sebagainya (Baried, 1985:59).
Jarang ada teks yang bentuk aslinya atau bentuk sempurnanya sekaligus jelas dan
tersedia. Menurut de Haan (1973) dalam Baried (1985:57-58), mengenai terjadinya
teks ada beberapa kemungkinan:
1. aslinya hanya ada dalam ingatan pengarang atau pengelola cerita.turun-temurun terjadi secara terpisah
yang satu dengan yang lain melalui dikte apabila orang ingin memiliki teks itu
sendiri. Tiap kali teks diturunkan dapat terjadi variasi. Perbedaan teks adalah
bukti berbagai pelaksanaan penurunan dan perkembangan cerita sepanjang hidup
pengarang;2. aslinya adalah teks tertulis, yang lebih kurang merupakan kerangka yang masih memungkinkan atau memerlukan kebebasan seni. Dalam hal ini, ada kemungkinan bahwa aslinya disalin begitu saja dengan tambahan seperlunya. Kemungkinan lain ialah aslinya disalin, dipinjam, diwarisi, atau dicuri.
Terjadilah cabang tradisi kedua atau ketiga di samping yang telah ada karena varian-varian pembawa cerita dimasukkan;
3. aslinya merupakan teks yang tidak mengizinkan kebebasan dalam pembawaannya karena pengarang telah menentukan pilihan kata, urutan-urutan kata, dan komposisi untuk memenuhi maksud tertentu yang ketat dalam bentuk literer itu.
Frekuensi penyalinan naskah tergantung pada
sambutan masyarakat terhadap suatu naskah, frekuensi tinggi penyalinan
menunjukkan bahwa naskah itu sangat digemari, misalnya naskah WS yang jumlahnya
sangat banyak dan terdapat di berbagai daerah, dan sebaliknya, apabila
frekuensi penyalinan kurang ini merupakan petunjuk bahwa suatu naskah kurang
populer dan kurang diminati oleh masyarakat. Frekuensi tinggi dalam penyalinan
mengakibatkan ketidaksempurnaan teks naskah tersebut. Sering terjadi
penghilangan, penambahan, atau pergantian fonem, kata, frase, dan klausa
terhadap teks salinan mengakibatkan kurangnya keaslian teks tersebut. Semakin
banyaknya kerusakan, korup, atau varian pada naskah salinan maka mengakibatkan
sulitnya menentukan naskah salinan yang paling dekat dengan naskah aslinya.
Akibat penyalinan, terjadilah beberapa atau bahkan banyak naskah mengenai suatu
cerita. Dalam penyalinan yang berkali-kali itu tidak tertutup kemungkinan
timbulnya berbagai kesalahan atau perubahan. Hal itu terjadi, antara lain,
karena mungkin si penyalin kurang memahami bahasa atau pokok persoalan naskah
yang disalin itu; mungkin pula karena tulisan tidak terang, karena salah baca;
atau karena ketidaktelitian sehingga beberapa hurup hilang (haplografi),
penyalinan maju dari perkataan ke perkataan yang sama (saut du meme an meme),
suatu kata, suatu bagian kalimat, beberapa baris, atau satu bait terlampaui,
atau sebaliknya ditulis dua kali (ditografi). Penggeseran dalam lafal dapat
mengubah ejaan; ada kalanya hurup terbalik atau baris puisi tertukar; demikian
pula dapat terjadi peniruan bentuk kata karena pengaruh perkatan lain yang baru
saja disalin. Dalam proses salin-menyalin yang demikian, korupsi atau rusak
bacaan tidak dapat dihindari. Di samping perubahan yang terjadi karena
ketidaksengajaan, setiap penyalin bebas untuk dengan sengaja menambah,
mengurangi, mengubah naskah, menurut seleranya disesuaikan dengan situasi dan
kondisi zaman penyalinan (Baried, 1985:59).
Isi Teks
Isi teks tersebut beranekaragam yang mencerminkan
dinamika budaya bangsa yang memilikinya. Teks dapat berupa karya sastra,
penuangan ide-ide/gagasan, cita-cita, ilmu pengetahuan, atau singkatnya dapat
berupa segala hal yang dapat dituliskan. Beberapa teks dewasa ini menjadi teks
yang monumental karena menjadi simbol persatuan bangsa dan negara, dan menjadi
penjelas dari berbagai peristiwa masa lalu yang bermakna bagi suatu bangsa
(Sudardi, 2001:5). Dilihat dari kandungan maknanya, wacana yang berupa teks
klasik itu mengemban fungsi tertentu, yaitu membayangkan pikiran dan membentuk
norma yang berlaku, baik bagi orang sezaman maupun bagi generasi mendatang
(Baried, 1985:4-5). Berdasarkan isi kandungannya, teks dapat berisi berbagai
aspek kehidupan sehari-hari di dunia, di antaranya: politik, ekonomi,
pemerintahan, sosial, dan budaya, karena teks merupakan penuangan
ide-ide/gagasan, imajinasi, dan pengalaman sehari-hari penulisnya. Seperti
halnya teks sastra, pengarang menuangkan segala ide-ide/gagasan, imajinasi, dan
pengalamannya menjadi sebuah karya sastra yang mengandung amanat (pesan) bagi
para pembaca. Naskah-naskah di Nusantara mengemban isi yang sangat kaya.
Kekayaan itu dapat ditunjukkan oleh aneka ragam aspek kehidupan yang
dikemukakan, misalnya masalah sosial, politik, ekonomi, agama, kebudayaan,
bahasa, dan sastra. Apabila dilihat sifat pengungkapannya, dapat dikatakan
bahwa kebanyakan isinya mengacu kepada sifat-sifat historis, didaktis,
religius, dan belletri (Baried, 1985:4). Teks naskah yang dihasilkan tidak
hanya terbatas kepada masalah keagamaan, teks naskah Sunda isinya sangat
beragam, antara lain mengandung unsure sejarah (Babad Banten, Babad Cirebon),
obat-obatan, primbon, cerita fiksi, dan lain-lain. Menurut Iskandarwassid
(1996:154), berdasarkan isinya, naskah-naskah Sunda ada yang berisi tentang
agama, bahasa, hukum (adat, aturan), kemasyarakatan, mitologi, etika, ilmu
pengetahuan, paririmbon, sastra, babad atau sastra sejarah, sejarah, dan
kesenian. Naskah yang isinya karya sastra termasuk naskah yang paling banyak.
Menurut Ekadjati (2001), berdasarkan hasil inventarisasi kami yang pertama, secara garis besar isi naskah Sunda dapat dibedakan atas 12 jenis, yaitu agama, bahasa, hukum/adat, kemasyarakatan, mitologi, pendidikan, pengetahuan, primbon, sastra, sastra sejarah, sejarah, dan seni (Ekadjati dkk, 1988:4). Oleh: Tedi Permadi
Menurut Ekadjati (2001), berdasarkan hasil inventarisasi kami yang pertama, secara garis besar isi naskah Sunda dapat dibedakan atas 12 jenis, yaitu agama, bahasa, hukum/adat, kemasyarakatan, mitologi, pendidikan, pengetahuan, primbon, sastra, sastra sejarah, sejarah, dan seni (Ekadjati dkk, 1988:4). Oleh: Tedi Permadi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar